Kamis, 15 September 2011

Toilet Jongkok Lebih Sehat Daripada Toilet Duduk

               Gangguan fungsi kemih sebenarnya bisa dikurangi dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mengurangi konsumsi minuman yang mengandung kafein, alkohol, serta obat-obatan.
“Kafein memiliki zat yang dapat memacu detak jantung serta meningkatkan produksi urine,” kata Mulyadi Tedjapranata, dokter Klinik Medizone di Apartemen Taman Kemayoran, Jakarta Pusat.
              Menurut Mulyadi, upaya pencegahan gangguan kemih sejatinya bisa dilakukan sedini mungkin. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah membiasakan untuk tidak menahan keinginan untuk buang air kecil. Bagi anak-anak, melakukan latihan buang air kecil atau toileting assistance bahkan sudah harus dilakukan sejak anak-anak berusia di bawah lima tahun atau balita.
             Cara lain yang efektif adalah menghindari penggunaan kloset duduk. Penggunaan kloset duduk dalam jangka panjang akan memperbesar risiko terjadi infeksi saluran kencing yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan berkemih. Pasalnya, permukaan toilet umumnya menjadi perantara penyebaran kuman. Penggunaan toilet jongkok justru lebih baik.
             Pasalnya, ini akan membuat pengguna tidak bersentuhan langsung dengan permukaan toilet sehingga lebih higienis. “Apalagi, jika kerap memakai fasilitas toilet umum, toilet jongkok lebih baik,” ujar dia.
Tak hanya itu, penggunaan kloset duduk juga membuat otot saluran kencing bekerja lebih keras saat mengejang atau mengeluarkan urine. Dalam tahap ringan, infeksi saluran kemih biasanya ditandai dengan anyang-anyangan atau keluarnya air seni yang tak tuntas, sakit perut bagian bawah, serta rasa sakit saat akhir buang air kecil.
Kondisi ini tentu mengganggu aktivitas kita. Bahkan, kalau dibiarkan berlarut, ini bisa menimbulkan infeksi pada saluran kencing, gangguan psikososial seperti depresi dan gangguan tidur.

Wah Gawat Nie






TIPS MEMILIH SEPTIC TANK RAMAH LINGKUNGAN

Beberapa jenis septic tank dan cara kerjanya yang dapat menjadi pertimbangan Anda, adalah:

1. Septic tank konvensional (Bahan Beton - Pakai sumur resapan - Butuh lahan besar) Septic tank model ini menampung dan mengendapkan limbah (Minimal 24 jam) dan membiarkannya terurai oleh bakteri secara alamiah, kemudian cairan hasil akhir dari tanki ini akan diendapkan ke tanah melalui sumur resapan khusus. Secara berkala septic tank ini akan penuh (Bau & Tersumbat), sehingga HARUS disedot.

2. Septic tank biologis (Fiber Bioseptic tank - Tanpa sumur resapan - Ukuran kecil & Praktis - BioSeven mulai 1,2 juta) Pada septic tank biologis, limbah akan terurai sampai aman untuk dimanfaatkan kembali, sehingga TIDAK PERLU disedot lagi. Saat ini ada beberapa jenis septic tank biologis berbahan fiberglass, dengan sistem biotech, biofilter, biocell, bioseptic, biopori, dll, yang telah beredar di pasaran. Septic tank jenis ini terdiri dari 3 bagian dengan fungsi yang berbeda-beda. Air limbah yang masuk ke septic tank ini akan masuk di bagian pertama, kemudian disaring dan dialirkan ke bagian ke dua, pada bagian kedua limbah diurai oleh bakteri (Media Cell) dan dialirkan ke kotak ke tiga untuk diurai lebih lanjut. Sisa penguraian dari bagian ke tiga akan dialirkan ke luar melalui tabung disinfektan yang mensucihamakan limbah (BEBAS BAU & KUMAN), sehingga aman, tidak mencemari lingkungan dan bisa langsung dibuang kesaluran drainase umum.
BioSeven Online [ HP: 0888 0370 8872 – Telp: JAKARTA (021) 502 88 232 - SURABAYA (031) 78 400 430 / 596 6125 - Fax: (031) 591 6046 - email@bioseven.co.cc – www.bioseven.net / www.bio7.co.tv ] Green Environmentally Friendly Products

Siswa Melek Sanitasi, sebuah Harapan Perubahan

Apa yang Anda bayangkan jika anak-anak Indonesia tumbuh dalam keluarga yang tidak memiliki akses sanitasi layak? Pasti mereka mengalami kondisi yang kurang baik. Paling tidak, mereka memiliki kebiasaan buruk. Nah, kalau kebiasaan buruk ini terus berlangsung maka akan terinternalisasi dalam perilaku kehidupan mereka hingga dewasa. Tentu ini akan menyulitkan upaya untuk mempercepat pembangunan sanitasi di Indonesia. Saat ini, penduduk yang memiliki akses sanitasi layak baru mencapai 51,2 persen. Dengan jumlah itu, diperkirakan hampir 50 persen anak-anak Indonesia tumbuh dalam rumah tangga yang belum memiliki akses sanitasi layak. Maka menjadi penting, bagaimana menjadikan anak-anak ini sebagai obyek bagi penyadaran akan pentingnya sanitasi bagi kehidupan mereka dan keluarganya. Salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk itu adalah melalui sektor pendidikan. Mengapa? Persoalan sanitasi yang utama adalah perilaku. Dan anak adalah obyek yang mudah dibentuk melalui proses edukasi dan advokasi. Internalisasi perilaku yang baik terkait sanitasi akan menjadikan anak sebagai agen perubahan di keluarga dan masyarakat di sekitarnya secara signifikan. Bayangkan jumlah siswa di Indonesia lebih dari 32, 3 juta (http://nisn.jardiknas.org, Juli 2010), mulai tingkat sekolah dasar hingga menengah atas. Kalau mereka semua melek terhadap sanitasi dan kemudian menjadi agen perubahan ke arah perilaku yang baik, hasilnya akan luar biasa. Tentu, semuanya butuh waktu. Mereka tidak bisa dididik secara instan. Ingat, bahwa perilaku menyangkut kebiasaan. Butuh penyadaran dan pembiasaan secara terus menerus khususnya di sekolah. Ini bukan pekerjaan mudah karena bagi mereka yang di rumah belum memiliki akses sanitasi yang baik, benturan akan terjadi. Di sinilah, perubahan perilaku anak memang mau tidak mau harus menyertakan para guru secara komprehensif. Guru tidak bisa sekadar mentransfer ‘ilmu sanitasi’ kepada anak didik melalui mata pelajaran dan membiasakan di sekolah, tapi guru pun seharusnya tahu bagaimana kondisi prasarana sanitasi para siswanya di rumah. Ini penting untuk mencari jalan bagaimana ‘menjaga’ pemahaman anak terhadap sanitasi agar tidak berubah manakala mereka menemukan sanitasi yang tidak layak di rumah mereka. Harapannya, merekalah yang mendorong keluarga mereka untuk membangun sanitasi yang layak. Memang ini bukan pekerjaan kecil. Ini adalah usaha besar dan berkesinambungan. Makanya, program penyadaran sanitasi di sekolah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan anak didik yang melek sanitasi dan mampu menjadi agen perubahan di masyarakat. Kalau itu terjadi, 32,3 juta anak Indonesia bisa menjadi agen perubahan perilaku di tempat tinggal mereka, pasti sanitasi di Indonesia akan lebih baik. Dan yang terpenting, kualitas anak-anak pun akan meningkat. Inilah potensi besar yang perlu terus digali, menjadikan siswa sekolah sebagai duta sanitasi yang sebenarnya. MJ

Sumadi Sang Pengusaha Jamban dan Sanitarian

Menjadi sanitarian bukan cita-cita Sumadi. Namun, Sumadi menunjukkan, pengabdian dan totalitas dalam menggauli profesi yang ibarat jatuh dari langit itu mengantarnya menuju sukses. Melalui inovasi desain septic tank ciptaannya, Sumadi berhasil menunjukkan, jamban tak sekadar ”urusan belakang” yang remeh. Namun, lebih dari itu, jamban adalah kunci bagi peningkatan kualitas hidup yang lebih baik, terutama bagi masyarakat kelas bawah. Berurusan dengan tinja sudah pasti menjijikkan. Tetapi, tidak bagi Sumadi yang berprofesi sebagai sanitarian Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Persoalan seputar tinja bagi sanitarian—yang bertugas melakukan pencegahan penyakit masyarakat—adalah persoalan penting yang bila tidak ditangani dengan benar bisa menjadi malapetaka. Sanitasi buruk berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat yang pada akhirnya berpengaruh pada kualitas hidup masyarakat. ”Kalau mereka sakit-sakitan, uangnya habis dipakai berobat, ya miskin terus,” kata Sumadi. Prihatin dengan rendahnya kesadaran masyarakat menggunakan jamban, Sumadi melakukan survei di Desa Begendeng, Kecamatan Jatikalen, Nganjuk. Begendeng dipilih sebagai sasaran survei karena pola sanitasi masyarakatnya yang buruk. Desa ini terletak di muara Sungai Brantas dan Sungai Widas. ”Di dua sungai itulah masyarakat melakukan MCK (mandi, cuci, kakus) sehari-hari,” kata Sumadi. Hasil survei tak jauh dari dugaan. Dari 267 rumah di Begendeng, tercatat hanya empat rumah yang memiliki jamban dengan desain septic tank berbentuk kotak. Saat itu biaya membuat jamban sekitar Rp 1,6 juta per unit. Sangat mahal bagi warga yang umumnya bekerja sebagai petani dan buruh. Sumadi kemudian berinisiatif membuat desain septic tank dengan model silindris. Model silindris lebih cocok digunakan di daerah seperti Jatikalen yang memiliki kontur tanah yang selalu bergerak. ”Model silindris jauh lebih kuat karena titik tekannya hanya satu, yaitu di tengah, sedangkan model kotak lebih gampang roboh,” jelas Sumadi. Dengan model septic tank silindris, Sumadi mampu menekan harga pembuatan jamban hingga Rp 440.000. Meski harganya jauh lebih murah, saat diperkenalkan banyak warga yang masih ragu. Saat itu baru 10 keluarga yang tertarik memesan jamban kepada Sumadi. ”Waktu itu saya beri jaminan, kalau dalam waktu lima tahun jambannya amblek, uang mereka kembali,” kata Sumadi. Jaminan dan harga murah yang ditawarkan Sumadi menarik minat daftar warga. Tahun 2003 pesanan jamban Sumadi terus bertambah sampai ke semua kecamatan. Kenaikan harga material hingga dua kali lipat tak membuat pesanan berkurang. Sukses Sumadi mengampanyekan penggunaan jamban terus berlanjut. Tahun 2003 desain septic tank ciptaan Sumadi diterapkan pada proyek Stimulan Jamban Dinas Kesehatan Nganjuk di lima kecamatan, yaitu Jatikalen, Patianrowo, Lengkong, Baron, dan Sukomoro, sebanyak 100 unit. Prinsip pengabdian Lulus kuliah tahun 2004, Sumadi bertekad melebarkan sayap. Dia tak ingin hanya menjadi sanitarian. Sumadi membuka perusahaan pembuatan jamban bersama dua rekannya dengan nama Karya Sanitasi. Meski menjadi pengusaha, Sumadi memegang teguh prinsip pengabdian profesi sebagai sanitarian. Misi untuk terus mengampanyekan penggunaan jamban bagi masyarakat miskin pun tetap dipelihara. Siasat Sumadi adalah dengan memberikan diskon. Harga jamban yang semula Rp 1,3 juta didiskon hingga Rp 850.000 per unit. ”Saya memangkas keuntungan. Saya kan sudah dapat gaji. Ini bagian dari tanggung jawab saya sebagai sanitarian. Tujuan utama saya, masyarakat jadi sehat,” ujar Sumadi. Bahkan, untuk menjangkau masyarakat sangat miskin, Sumadi meluncurkan jamban ekonomis seharga Rp 625.000 dan jamban tumbuh sehat seharga Rp 180.000-Rp 260.000. Warga juga bisa mencicil sesuai dengan kemampuan. Strategi yang dilakukan Sumadi adalah dengan memperkecil kapasitas septic tank dari yang semula 1,3 meter kubik menjadi hanya 0,7 meter kubik. ”Yang penting masyarakat pakai jamban,” tandas Sumadi. Hingga menjelang akhir tahun 2009, tercatat 2.600 keluarga di Kabupaten Nganjuk menggunakan jamban buatan Sumadi. Sejumlah wilayah sudah mengantre pesanan, seperti Madiun, Jombang, Kediri, Ponorogo, dan Gresik, termasuk Dinan Kesehatan Provinsi Jatim yang tertarik mengadopsi desain septic tank buatan Sumadi. Pedagang beras Sejak kecil Sumadi (39) dididik dan diarahkan oleh orangtuanya, pasangan Djamin dan Sakinem, untuk mengikuti jejak mereka menjadi pedagang beras. Sumadi tak pernah diizinkan meneruskan sekolahnya karena tak ada biaya. ”Pokoknya, lulus SMA saya harus jadi pedagang beras,” kenang Sumadi. Sumadi tak bisa berbuat apa-apa. Lahir dan besar dalam keluarga miskin membuat dia harus berkompromi dengan keterbatasan. Sumadi pun terpaksa mencekokkan harga berbagai jenis beras, gabah, rendemen, hingga rumus menghitung untung rugi ke otaknya. Namun, Sumadi adalah manusia keras hati. Semangatnya untuk mengubah nasib tak pernah pupus. Nasib rupanya memang tak bisa ditebak. Roda nasib Sumadi yang telah dirancang menjadi pedagang beras justru menggelinding ke tempat yang tak pernah terbayangkan. Beberapa saat setelah lulus SMA tahun 1989, Sumadi tanpa sengaja melihat pengumuman penerimaan Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH). SPPH adalah sekolah ikatan dinas selama satu tahun untuk mencetak tenaga sanitarian. Atas restu Djamin dan Sakinem, Sumadi mendaftar ke SPPH. ”Bapak akhirnya mengizinkan karena selama satu tahun biayanya hanya Rp 500.000,” katanya. Setahun kemudian Sumadi lulus dari SPPH. Sumadi lalu ditempatkan di Samarinda, Kalimantan Timur, selama tiga tahun. Samarinda menjadi laboratorium pertama Sumadi menggeluti profesi sebagai sanitarian. Tahun 1994 Sumadi kembali ke Nganjuk. Sumadi bertekad mengabdikan seluruh ilmunya di tanah kelahirannya. Pilihan Sumadi tak salah. Dengan menjadi seorang sanitarian, dia menemukan jalan hidupnya. Semangatnya untuk mengampanyekan penggunaan jamban masih terus menyala hingga mimpinya tak ada lagi keluarga yang tak memiliki jamban terwujud. • Lahir: Nganjuk, 9 November 1970 • Pekerjaan: Sanitarian Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur • Istri: Winarsih (39) • Anak: Rahma Nur Hayati (12) Alfina Nur Hanifah (6)• Pendidikan: - SD Sumber Kepuh 1 Nganjuk (1983) - SMPN Waru Jayeng, Nganjuk (1986) - SMAN 2 Nganjuk (1989) - SPPH Surabaya (1990) - Universitas Adi Buana Surabaya (2004) • Prestasi antara lain: 1. Sanitarian terbaik tingkat provinsi dari Bank Dunia (2008) 2. Menjadi pembicara di Water Week, Swedia (15 September 2009) 3. Pelestari Lingkungan Tingkat Provinsi Jawa Timur selama 3 kali berturut-turut (2007-2009) sumber : Kompas

KAKUS/JAMBAN SISTEM CEMPLUNG ATAU GALIAN

PENDAHULUAN Jamban atau kakus merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Pembuatan jamban merupakan usaha manusia untuk memelihara kesehatan dengan membuat lingkungan tempat hidup yang sehat. Dalam pembuatan jamban sedapat mungkin harus diusahakan agar jemban tidak menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu, kontruksi yang kokoh dan biaya yang terjangkau perlu dipikirkan dalam membuat jamban. Syarat-syarat yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jamban adalah sabagai berikut : 1.Tidak mengakibatkan pencemaran pada sumber-sumber air minum, dan permukaan tanah yang ada disekitar jamban; 2. Menghindarkan berkembangbiaknya/tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah; 3. Tidak memungkinkan berkembang biaknya lalat dan serangga lain; 4. Menghindarkan atau mencegah timbulnya bau dan pemandangan yang tidak menyedapkan; 5. Mengusahakan kontruksi yang sederhana, kuat dan murah; 6. Mengusahakan sistem yang dapat digunakan dan diterima masyarakat setempat. Dalam penetuan letak kakus ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu jarak terhadap sumber air dan kakus. Penentuan jarak tergantung pada : 1. Keadaan daerah datar atau lereng; 2. Keadaan permukaan air tanah dangkal atau dalam; 3. Sifat, macam dan susunan tanah berpori atau padat, pasir, tanah liat atau kapur. Faktor tersebut di atas merupakan faktor yang mempengaruhi daya peresapan tanah. Di Indonesia pada umumnya jarak yang berlaku antara sumber air dan lokasi jamban berkisar antara 8 s/d 15 meter atau rata-rata 10 meter. Dalam penentuan letak jamban ada tiga hal yang perlu diperhatikan : 1. Bila daerahnya berlereng, kakus atau jamban harus dibuat di sebelah bawah dari letak sumber air. Andaikata tidak mungkin dan terpaksa di atasnya, maka jarak tidak boleh kurang dari 15 meter dan letak harus agak ke kanan atau kekiri dari letak sumur. 2. Bila daerahnya datar, kakus sedapat mungkin harus di luar lokasi yang sering digenangi banjir. Andaikata tidak mungkin, maka hendaknya lantai jamban (diatas lobang) dibuat lebih tinggidari permukaan air yang tertinggi pada waktu banjir. 3. Mudah dan tidaknya memperoleh air. Dalam bab ini ada 5 cara pembuatan jamban/kakus yang memenuhi persyaratan tersebut di atas, yaitu : - kakus/jamban sistem cemplung atau galian - Jamban sistem leher angsa - Jamban septik tank ganda - Kakus Vietnam - Kakus sopa sandas URAIAN SINGKAT Kakus atau jamban jemplung sesuai untuk daerah yang tanahnya mudah menyerap air serta sulit dalam pengadaan air bersih. Kontruksinya cukup sederhana. Kakus dibuat dengan cara menggali tanah sebagai lubang penampungan. Lalu diperkuat dengan bahan penguat, biasanya bronjong atau anyaman bambu, serta diatasnya dibuat bangunan penutup yang dapat dipindahkan bila lubang telah penuh. Untuk menghindari bau yang timbul, lubang pembuangan ditutup serta dilengkapi pipa pembuangan gas. BAHAN - Bambu - Kayu - Bahan atap atau genteng - Bahan dinding/penutup - Paku PERALATAN - Cangkul/alat penggali tanah - Gergaji - Golok - Palu Alat pertukangan lain PEMBUATAN 1. Gali tanah selebar 1-1,5 m, dalam 3 m atau lebih, tergantung kebutuhan. 2. Paku bronjong (anyaman bambu) tau bahan penguat lainnya pada dinding lobang untuk menahan longsor. 3. Tutup lubang dengan lantai yang berlubang dan bangunan penutup seperti pada Gambar. 4. Lubang khusus pembuangan kotoran perlu ditutup dengan penutup yang dapat diangkat. 5. Untuk menghindari bau yang tidak sedap, lubang septik tank perlu dilengkapi dengan saluran pembuangan gas. 6. Bangunan jambang perlu diusahakan agar cukup ventilasi udara dan sinar masuk. 7. Bangunan diusahakan dari bahan yang ringan agar mudah dipindahkan. 8. Lokasi dianjurkan agak jauh dari tempat kediaman atau perumahan. PENGGUNAAN Pemakai langsung membuang kotorannya dari atas lubang yang telah disediakan pada banguan penutup dengan tata cara : 1. Tutup lubang dibuka 2. Jongkok tepat diatas lubang 3. Diusahakan kotoran tidak menyentuh dinding lubang Setelah selesai lubang ditutup kembali PEMELIHARAAN 1. Untuk mencegah penyebaran penyakit atau bau, lantai perlu dibersihkan secara teratur. 2. Untuk menjaga agar bangunan tahan lama, bahan-bahan harus diresidu atau dikapur lebih dahulu sebelum dipasang. KEUNTUNGAN - Kontruksi bangunan cukup sederhana dan mudah dilaksanakan sendiri tanpa memerlukan persyaratan khusus. - Biaya yang diperlukan tidak terlalu tinggi atau cukup terjangkau oleh masyarakat. - Daerah bekas lokasi jamban menjadi subur - Bangunan bisa dipindahkan KERUGIAN - Lubang tinja bila penuh tidak bisa dimanfaatkan kembali karena kontruksinya tidak tetap. - Sulit untuk memperhitungkan ketahanan kekuatan kontruksi penguat lubang dan bangunan jamban. - Kurang nyaman - Dari segi kesehatan, jamban sistem ini dianggap kurang higinis karena berbau serta memungkinkan timbulnya lalt dan serangga lain. - Kurang aman untuk anak-anak. INFORMASI LEBIH LANJUT - Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan – LIPI; Jl. Cisitu Sangkuriang No / Cisitu 21/154-D – Bandung 40134 - INDONESIA; Tel.+62 22 250 3052, 250 4826, 250 4832, 250 4833; Fax. +62 22 250 3050 - Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI; Sasana Widya Sarwono, Jl. Jend. Gatot Subroto 10 Jakarta 12710, INDONESIA.

Definisi Jamban

Apa itu jamban? Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.